Mari bersama membangun Indonesia dengan menjadikan sub-sektor perikanan budidaya sebagai pengggerak ekonomi lokal dan nasional,...



Thursday, July 29, 2010

DAMPAK TUMPAHAN MINYAK MONTARA TERHADAP SEKTOR PERIKANAN DI KAB. ROTE NDAO, NTT


Musibah meledaknya sumur West Atlas di lading minyak dan gas Montara pada tanggal 21 Agustus 2009 sampai tanggal 17 Oktober 2009 (selama 75 hari) dengan rata-rata semburan sebesar 400.000 barel minyak mentah per hari telah mencemari wilayah seluas 16.420 kilometer persegi di Laut Timor yang tercakup dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Pencemaran tersebut meluas ke Perairan di sekitar Rote Ndao dan telah mematikan mata pencaharian nelayan, masyarakat pembudidaya rumput laut dan mutiara di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur.

Kerugian yang diderita masyarakat Kabupaten Rote Ndao akibat kebocoran kilang minyak Montara, menurut Freddy Numberi Ketua Tim Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut Timor berkisar Rp. 500 Milyar nilai tersebut belum termasuk kerugian selama periode pemulihan (Re-covery).

Kerugian tersebut diakibatkan karena terjadi kerusakan ekosistem laut dan kematian berbagai jenis biota laut sehingga pendapatan pembudidaya rumput laut dan nelayan mengalami penurunan secara drastis.

KERAGAAN SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN ROTE NDAO

Potensi Sumber Daya Perairan

Potensi sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Rote Ndao sangat besar, dengan luas perairan potensial sekitar 2.376 Km2 dan panjang garis pantai sepanjang 330 Km. Potensi tersebut masing-masing perikanan tangkap yang diperbolehkan sebanyak 14.300 ton per-tahun; budidaya laut seluas 32.675 Ha, budidaya pantai seluas 12.937 Ha; Vegetasi Mangrove seluas 1.232 Ha dan ekosistem terumbu karang seluas 714 ha.

Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Perairan

Pemanfaatan potensi sumberdaya perairan di Kabupaten Rote Ndao mencakup sub-sektor perikanan budidaya dan perikanan tangkap masing-masing pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput laut seluas 2.111 hektar; budidaya mutiara sebesar 5 hektar; serta perikanan tangkap dengan produksi tangkapan sebanyak 3.170,5 ton/tahun.

DAMPAK TUMPAHAN MINYAK MONTARA TERHADAP AKTIVITAS SEKTOR PERIKANAN

Dampak pencemaran akibat tumpahan minyak yang terjadi sejak bulan Agustus 2009 di perairan Laut Timur sangat berdampak secara langsung terhadap penurunan tingkat produksi sub-sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya dalam hal ini rumput laut Eucheuma cottoni dan mutiara.

Terhadap Kegiatan Budidaya Rumput Laut

Data produksi menunjukan adanya penurunan secara drastis terhadap produksi rumput laut Eucheuma cottoni terutama pada tahun 2009 dan 2010 jika dibanding tahun 2008. Produksi rumput laut Kabupaten Rote Ndao pada tahun 2008 mencapai 7.334 ton, pada tahun 2009 turun drastis menjadi 1.512,5 ton bahkan sampai dengan Juli 2010 hanya mampu menghasilkan produksi sekitar 200 ton, hal ini disebabkan masyarakat pembudidaya rumput laut masih merasa traumatik akibat kegagalan yang dialami sebagai dampak tumpahan minyak dan perubahan lingkungan secara drastic.

Hasil wawancara terhadap sejumlah pembudidaya di Desa Daiama Kecamatan Rote Timur, menyebutkan bahwa pengaruh cemaran minyak telah berdampak terhadap penurunan produksi dan penghasilan pembudidaya rumput laut di Kecamatan Rote Timur, dimana merupakan sentral aktivitas budidaya rumput laut paling besar di Kabupaten Rote Ndao. Jika sebelum terjadi bencana tumpahan minyak pembudidaya mampu menghasilkan produksi kering sebesar 1-2 ton, dalam range waktu setelah kejadian produksi turun drastic bahkan sebagian besar mengalami gagal panen total. Faktor inilah yang menyebabkan mereka merasa trauma untuk terjun melakukan kegiatan budidaya.

Masyarakat desa Daiama sendiri terdiri dari 519 KK dan merupakan pembudidaya rumput laut dengan serapan tenaga kerja pada budidaya rumput laut mencapai 1.250 orang.

Pengamatan di Lapangan baik di desa Daiama Kecamatan Rote Timur dan di desa Oebo Kecamatan Rote Barat Daya terhadap kondisi rumput laut seperti juga diakui pembudidaya menunjukan adanya perubahan ke arah yang lebih baik sejak menginjak pertengahan Juli 2010 sehingga mereka ada yang sudah mulai melakukan penanaman kembali pada titik-titik lokasi tertentu, sedangkan pada beberapa titik lokasi lain rumput laut banyak ditempeli lumut hijau sehingga perlu pembersihan secara rutin. Namun demikian keterbatasan permodalan dan ketersedian bibit berkualitas menjadi kendala saat ini.

Terhadap kegiatan budidaya tiram mutiara

Lokasi budidaya mutiara terletak di desa Oebo Kecamatan Rote Barat daya, dimana kegiatan budidaya dilakukan oleh PMA yaitu CV. Hiro. Kematian tiram mutiara akibat dampak tumpahan minyak terjadi dalam rentang waktu bulan September sampai dengan November 2009 dengan jumlah mortalitas spat/benih mutiara sebanyak 9.642 ekor.
Seperti diungkapkan Bp. Anton penaggungjawab lapangan pada perusahaan tersebut bahwa sampai saat ini jumlah sisa tiram mutiara hanya 5.000 ekor dari semula yang dibudidayakan mencapai 40.000 ekor. Hasil pengamatan kami di lokasi cangkang tiram mutiara dan poket (media) diliputi lumut, sehingga menyebabkan tingkat kematian tinggi.

Terhadap produksi perikanan tangkap

Produksi perikanan tangkap yang dihasilkan nelayan di Kabupaten Rote Ndao pada tahun 2008 mencapai 3.500 ton dan pada tahun 2009 turun drastis menjadi 2.371 ton sejak terjadi bencana tumpahan minyak Agutus 2009.

Seperti diakui oleh masyarakat nelayan di desa Landalusi Kecamatan Rote Timur, dampak tumpahan minyak mengakibatkan jumlah tangkapan yang dihasilkan menurun tajam, jika semula mereka mampu menghasilkan rata-rata 200 kg/hari/perahu saai ini hanya menghasilkan 4-5 ekor, padahal biaya operasional tinggi dan jarak area penagkapan telah mencapai jarak minimal 30 mil laut.

Penurunan produksi perikanan yang dihasikan masyarakat pembudidaya dan nelayan mengakibatkan mereka terancam kehilangan mata pencaharian, dimana kehidupan ekonomi masyarakat sangat tergantung pada sumberdaya laut.

Bupati Rote Ndao disela-sela diskusi dengan perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan di Rumah Dinas Bupati, beliau menyampaikan beberapa hal antara lain :

1.Terkait dengan dampak kerugian yang dirasakan masyarakat nelayan pihak Pemda selain akan melakukan klaim ganti rugi terhadap perusahaan minyak, juga berencana untuk mengusulkan anggaran lewat APBD II dalam rangka rumponisasi.

2.Bupati meminta kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan agar memberikan masukan tertulis mengenai program maupun informasi teknologi yang efektif baik teknologi budidaya maupun penangkapan untuk kemudian akan ditindaklanjuti pihak Pemda.

3.Perlu merumuskan langkah bersama dalam upaya melakukan re-covery pasca bencana pencemaran minyak.

REKOMENDASI

Berdasarkan rangkaian hasil pengamatan dan identifikasi terhadap permasalahan yang terjadi di setiap sentra kegiatan budidaya dan kawasan kegiatan nelayan tangkap, dapat kami sampaikan beberapa rekomendasi antara lain :

1.Perlu dilakukan kajian atau penelitian oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan untuk melakukan uji kelayakan lokasi budidaya pasca bencana pencemaran minyak, apakah tanaman rumput laut di setiap lokasi kegiatan budidaya di kabupaten Rote Ndao masih bisa efektif tumbuh dan berkembang dengan baik, jika masih efektif maka perlu upaya untuk meproduksi kebun bibit untuk mensuplly kebutuhan bibit berkualitas bagi pembudidaya.

2.Perlu dilakukan kajian dan penelitian oleh Ditjen Perikanan Tangkap dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan mengenai efektifitas rumponisasi sebagai upaya untuk membuktikan bahwa lokasi fishing ground masih dapat didatangi oleh ikan, sehingga masyarakat nelayan bisa kembali melakukan aktivitas penangkapan seperti semula

3.Dalam upaya untuk memulihkan beban traumatic terhadap masyarakat pembudidaya maupun mayarakat nelayan disarankan agar aparat pemerintah daerah/instansi terkait untuk melakukan pembinaan dan pendampingan secara intensif dan terpogram guna membangkitkan kembali semangan dan animo berusaha seperti sebelum terjadi musibah bencana pencemaran.

GUBERNUR NTT BAHAS DAMPAK TUMPAHAN MINYAK

SUMBER : POS KUPANG, 24 JULI 2010

Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya,melakukan pertemuan khusus dengan staf ahli Presiden RI, Jumat (23/7/2010) malam di Kupang, untuk menyampaikan perkiraan kerugian akibat pencemaran Laut Timor. “Pencemaran itu terjadi menyusul tumpahan minyak mentah dari kilang Montara milik Australia pada Agustus 2009” Gubernur akan menyampaikan taksiran kerugian yang dihitung pemerintah propinsi kepada staf Ahli Presiden yang khusus dikirim ke Kupang, untuk melakukan pertemuan dengan Pemprop NTT. Hanya saja Gubernur belum menyebutkan nilai kerugian yang diderita, baik kerugian dengan biota laut dan terumbu karang mulai dari perairan Laut Timor hingga Laut Sawu, atau kerugian yang diderita para nelayan yang menyandarkan hidupnya dari berbagai aktivitas di laut.

Taksiran kerugian yang disampaikan Gubernur diakuinya akan disandingkan dengan penghitungan yang dilakukan pemerintah pusat untuk mendapatkan perkiraan yang nantinya disampaikan kepada pemerintah Australia. Masyarakat NTT paling dirugikan oleh pencemaran Laut Timor akibat ledakan pipa kilang minyak milik perusahaan Australia, Montara yang kemudian menumpahkan minyak mentah ke perairan laut Timor dan terbawa arus hingga ke Laut Sawu, adalah TTS, Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Rote Ndao dan Sabu Raijua.

Bupati Rote Ndao, Lens Haning, beberapa saat setelah tumpahan minyak mentah mencemari perairan Laut Timor hingga Laut Sawu, tangkapan para nelayan berkurang dan rumput laut yag dikembangkan warga setempat mati (kompas com)

CERITA SUKSES PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KAB. ALOR


Ibu Sumiati mengangkat rumput laut. Warnanya putih bersih. Sesekali ia bersihkan dengan air tawar untuk menghilangkan bau kapur. Satu malam rumput laut itu direndam dalam air kapur. Untuk membersihkan garam sekaligus menghilangkan warna hijau rumput lautnya.

Ia hendak mempraktikan olahan rumput laut. Menjadi makanan olahan seperti dodol, kerupuk, manisan dan jus. Perempuan lain dari beberapa pulau di Alor ikut dalam workshop itu. Mereka hendak belajar dari olahan rumput laut dengan cara sederhana. Dan kelak pengetahuan ini bisa menambah nilai ekonomi bagi keluarga.

Rumput laut tumbuh baik di Alor. Lautnya masih bersih dan belum tercemar. Arus permukaannya tenang. Lokasi budidaya rumput laut ini tersebar di Pulau Marica, Kangge, Wollu, Mobobaa, Pante Deere, Kabir, Pantar dan beberapa tempat lainnya. Saat ini, rumput laut menjadi tulang panggung warga pesisir Alor. Selain mencari ikan laut atau membuat ikan kering. “Masyarakat sudah tahu keuntungan dari budidaya rumput laut ini. Masyarakat sedang bergairah,” kata Bupati Alor Ans Takalapeta.
Sepanjang 2008 harga rumput laut terus naik. Beranjak dari Rp 8 ribu dan berhenti pada titik puncak Rp 24 ribu tiap kilogramnya. Saat ini harga pasaran rumput laut stabil pada angka Rp 12 ribu tiap kilogramnya. Harga pasar yang menggoda ini membuat pemerintahan Alor terus menggenjot produksi rumput laut. Salahsatunya dengan menyediakan ketersediaan bibit rumput laut. Tak heran produksi panen rumput laut Alor bisa mencapai 200 ton tiap bulannya.

Dampak dari budidaya rumput laut ini membuat warga pesisir mengalami banyak perubahan. Mereka bisa memperbaiki rumah dan membiayai kebutuhan pendidikan keluarganya. Di Pulau Marica, misalnya. Kini banyak rumah warga sudah permanen. Tua muda, anak maupun orang tua ikut menjaga rumput lautnya. Membersihkan bibit, mengeringkan hasil panen sambil berkumpul di bawah Pohon Asam yang rindang.
Budidaya rumput laut tak makan banyak biaya. Juga teknologi yang rumit. Budidaya rumput laut hanya mengandalkan pada tali temali. Maupun dengan cara sistem lepas dasar. Rumput laut diikat dengan batu dan diletakkan pada dasar. Tehnik sederhana ini membuat warga tak mengalami banyak kesulitan untuk budidaya rumput laut. Petani hanya dituntut untuk rajin membersihkan tali temalinya dari jamur maupun lumut yang menempel. Namun mereka harus jeli dengan gangguan yang bisa mempengaruhi perkembangan rumput lautnya. “Bulu babi dan keguguran akibat panas. Produksinya bisa turun,” kata Marzuki, 35 tahun. Kulitnya gelap akibat terbakar matahari. Ia menanam rumput laut di Pulau Lapan. Setiap bulannya ia bisa memanem hasil rumput laut basah seberat 3 ton.

Petani rumput laut Alor juga mesti belajar dengan kasus yang menimpa Kojadoi di Maumere, Kabupaten Sikka. Budidaya rumput laut rusak akibat penggunaan Pupuk Green Tonic. Perkembangannya terganggu dan mengakibatkan budidayanya rontok. Pupuk ini malah mempercepat pertumbuhan lumut. Potensi pengembangan lahan budidaya rumput laut Alor diperkirakan bisa mencapai 3,5 juta hektar. Namun, saat ini area pemanfaatan hanya mencapai 177 hektar. Dengan produksi kering mencapai 4,3 ton.“Tapi mungkin produksinya tidak sebesar itu,” kata Anne B Lechat dari Forum Rumput Laut Alor atau ForLa Alor. Data ini merujuk pada hasil presentasi Provinsi Nusa Tenggara Timur tentang rumput laut pada saat pertemuan International Seaweed Forum atau ISF di Makassar.

Data dari Seaplant.net menunjukkan produksi rumput laut dari Indonesia terus meningkat. Dan mengalahkan produksi dari Filiphina yang sebelumnya merajai produksi rumput laut. Selain pada kuantitas, Indonesia juga harus mendongkrak kualitas dari produksi rumput lautnya. ISF meramalkan kebutuhan rumput laut ke depan tetap besar. Khususnya untuk kebutuhan karaginan. Namun krisis global perekonomian dunia saat ini berpengaruh besar terhadap permintaan akan rumput laut. Menurut ISF, kondisi ini mengakibatkan harga rumput laut tidak akan melewati angka Rp 15 ribu tiap kilogramnya. Beberapa industri besar ini antara lain FMC, CP Kelco, dan Cargill.
Forla dan pemerintahan Alor harus siap mengatasi pengaruh gelombang krisis global tersebut. Termasuk dengan petaninya yang mungkin tidak berpikir serumit itu. Kondisi ini akan memperberat beban pengembangan budidaya rumput laut di Alor. Hambatan ini menyangkut peningkatan kapasitas pengetahuan petani, akses informasi, jalur transportasi yang panjang, hingga pencarian pasar maupun investor baru.

Ibu Sumiati bersemangat pada akhir November 2008 itu. Ia dari Bali Barat bersama Ibu Hasanah dari Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir Taman Nasional Bali Barat. Ibu-ibu dari kepulauan Alor yang ikut acara itu serius mengikuti pelatihan. Mereka juga sering bergurau dan ketawa. Kini mereka sudah tahu dan mampu membuat olahan dari rumput laut. Kelak, bekal pengetahuan ini bisa membantu dan meringankan beban hidup mereka. Dan manfaat rumput laut pun bisa dinikmati secara sederhana pula.

Wednesday, July 14, 2010

FESTIVAL RAYA LELE NUSANTARA 2010


IBU NEGARA AJAK CUCU MAKAN IKAN LELE


Rendahnya tingkat konsumsi ikan di Indonesia telah memunculkan keprihatinan di banyak kalangan, tak terkecuali Ibu Negara, Ani Yudhoyono. Karena itulah maka Ani mengajak seluruh orang tua di tanah air untuk memperkenalkan ikan sebagai makanan terbaik bagi anak. Hal ini sebagaimana tampak pada pembukaan Festival Raya Lele Nusantara 2010 beberapa waktu lalu di Parkir Timur Senayan, Jakarta.

"Kita harus mengenalkan ikan sejak dini kepada anak kita supaya mereka senang mengkonsumsi ikan karena merupakan sumber protein yang dibutuhkan tubuh, khususnya otak. Pola berpikir kita harus diubah, bahwa ikan adalah makanan terbaik,” katanya. Ditambahkannya, kandungan protein tinggi yang terdapat dalam ikan bisa membantu meningkatkan kecerdasan anak.

Kajian ilmiah membuktikan, ikan memiliki protein yang lebih tinggi daripada makanan lain. Sebagai gambaran, ikan bandeng memilki kandungan protein sebesar 21,7 persen, ikan lele 17 persen dan ikan mas 16 persen. Atas dasar itulah, Ani berjanji untuk mengajarkan cucunya yang baru semata wayang, Almira Tunggadewi Yudhoyono, untuk gemar makan ikan, khususnya lele, sejak dini. "Saya punya cucu satu. Nanti sejak dini akan saya ajarkan gemar makan ikan lele. Tapi,nanti kalau usianya sudah mulai lima tahun," kata Ani.

Ditambahkan Ani, jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, masyarakat Indonesia termasuk yang paling rendah tingkat konsumsi ikannya. Hal itu sangat memprihatinkan mengingat kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Kendati demikian, Ani memaklumi, bisa jadi belum banyaknya warga Indonesia yang mengkonsumsi ikan karena ikan laut identik dengan harga yang mahal. Namun, itu bukan alasan untuk tidak mengkonsumsi ikan. "Ikan air tawar pun tidak kalah enak dan murah. Ada ratusan jenis ikan air tawar yang layak untuk dikonsumsi,” kata Ibu Negara.

Festival Lele ini menjadi salah satu ajang promosi ikan air tawar yang tak kalah enak dan murah di masyarakat. Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad pada kesempatan yang sama menyebutkan bahwa lele selama ini masih dianggap sebagai ikan yang kurang menarik. Meski begitu, budidaya ikan berkumis tersebut paling banyak diusahakan oleh masyarakat dan cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir. "Budidaya ikan lele bisa diusahakan dalam drum atau gentong sehingga bisa menjadi alternatif usaha perbaikan gizi atau peningkatan kebutuhan pangan keluarga." kata Fadel

Ditambahkan, lele merupakan jenis ikan populer di masyarakat yang mempunyai pertumbuhan signifikan sekitar 32% per tahun selama periode 2005-2009. Sedangkan untuk tingkat konsumsi lele, data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan, rata rata konsumsi lele tahun 2009 lalu mencapai 2,3 kg per kepala. Ini meningkat daripada konsumsi tahun sebelumnya yang sekitar 0,67 kg per kepala. Karena itu agar tingkat konsumsi lele ini meningkat, maka KKP terus meningkatkan produksi.

Acara ini bertujuan meningkatkan citra ikan lele sebagai pangan bergizi. Juga untuk menghapus citra dari ikan yang dibudidayakan dengan cara tidak benar menjadi ikan yang bersih, aman konsumsi, menyehatkan, mencerdaskan dan menyejahterakan masyarakat. Acara tersebut juga dihadiri beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, antara lain Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Meneg BUMN Mustafa Abubakar dan Menteri Pertanian Suswono. (Rd)

Pada acara festival lele, Ibu Negara, Ani Yudhoyono sempat mengunjungi salah satu stand pameran DJPB dan memanen ikan lele.


SUMBER : www.perikanan-budidaya.go.id

Saturday, July 10, 2010

PANEN PERDANA RUMPUT LAUT DI PERAIRAN BONDO, JEPARA

Jepara- Senin, 5 Juli 2010, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara Ir. Achid Setiawan C, MSi beserta staff, meninjau lokasi budidaya rumput laut Kelompok Budidaya Perikanan Wahana Karya Samudra dan Kelompok Wahyu Alam di desa bondo RT. 03. RW. 04 Kecamatan Bangsri Jepara, yang saat itu telah dilakukan panen. Panen dilakukan bersama pada lokasi kebun bibit rumput laut milik kelompok yang diketuai oleh Hadi Suyanto dan Junaidi.


Kegiatan panen bibit rumput laut yang dihadiri pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara ini dilakukan pada lahan seluas 2 Hektar. Hadi Suyanto Ketua Kelompok pembudidaya rumput laut “ Wahana Karya Samudra”, yang mengawali kegiatan budidaya rumput laut di perairan Bondo melalui bimbingan dan pendampingan teknis dari petugas lapang Dislutkan kabupaten Jepara. Hadi mengatakan bahwa awal mulanya dia sempat tidak yakin dengan budidaya rumput laut di perairan bondo, tetapi karena keuletan dan kerja keras kelompok serta pendampingan dari Penyuluh dan Tenaga Pendamping Teknologi Dislutkan Kabupaten Jepara maka diperoleh hasil rumput laut yang memuaskan. “Alhamdullilah, meskipun baru memulai kami mampu panen bibit rumput laut dengan hasil yang sangat memuaskan”, Ujar Hadi bangga.

Bibit yang dipanen kemudian dijual kepada pembudidaya rumput laut lain dengan harga Rp. 3.000 per kilo. Junaidi Ketua Kelompok Wahyu Alam menambahkan bahwa kualitas bibit yang ada di Bondo tidak kalah dengan bibit yang berasal dari Karimun Jawa. ”Rumput Laut yang ada di Bondo Thallusnya lebih rimbun dan memanjang” ungkapnya.

Kelompok yang awalnya mendapatkan bantuan modal dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan ini, akhirnya bisa memperluas kawasan budidaya yang semula 2 hektar rencananya akan ditingkatkan sampai 5 hektar dengan teknik budidaya menggunakan sistem longline.

Menurut Ir. Achid Setyawan C, MSi Kepala Dislutkan Kabupaten Jepara disela sela menghadiri acara panen menyatakan bahwa dengan berhasilnya panen rumput laut ini diharapkan akan mampu memperkuat anggapan bahwa sebagian perairan Jepara potensial dan layak untuk budidaya rumput laut, selain itu yang terpenting kegiatan panen ini diharapkan akan meningkatkan animo mayarakat untuk terjun melakukan kegiatan budidaya rumput laut. Ditambahkan pula oleh Kepala Dislutkan, bahwa sejauh ini telah ada calon Investor yang serius ingin melakukan kerjasama kemitraan rumput laut dengan kelompok, “ Sampai saat ini pembahasan MoU kerjasama telah disepakati, dimana realisasi akan dilakukan secepatnya. kami mengharapkan masyarakat pesisir utara Jepara bisa secara bersama-sama memanfaatkan potensi perairan yang ada, sayang jika potensi yang ada kita biarkan begitu saja”, tambahnya.

Sejauh ini ploting pengembangan terkonsentrasi pada beberapa kawasan yang tersebar di perairan Teluk Awur, Bandengan, Poncol, Bondo, dan Perairan Mlonggo, dimana perairan tersebut teridentifikasi dan telah terbukti layak untuk dikembang budidaya rumput laut. Total pemanfaatan lahan di perairan pesisir Jepara telah mencapai kurang lebih 16 Ha, dimana saat ini terus dilakukan pengembangan lahan maupun kapasitas lahan lewat kerjasama dengan beberapa Investor yang sudah mulai masuk ke Kabupaten Jepara.

Kendala permodalan seringkali menjadi momok yang menghambat kegiatan usaha budidaya rumput laut khususnya pembudidaya pemula dan skala kecil. Sehingga ke-depan perlu upaya strategis melalui perhatian dan implementasi nyata dalam memanfaatkan potensi laut di perairan Jepara. Hal ini penting karena kegiatan usaha budidaya rumput laut merupakan alternative usaha yang secara ekonomi layak dikembangkan pada masyarakat pesisir yang nota bene kehidupan ekonominya jauh tertinggal. Maka dari itu untuk para investor yang akan bekerjasama dengan kelompok di perairan Jepara akan difasilitasi dan diberi ruang untuk melakukan pengembangan usaha budidaya rumput laut di Perairan Jepara. Upaya ini dalam rangka turut membantu dalam mensukseskan target pencapaian produksi perikanan budidaya khususnya komoditas rumput laut yang telah dicanangkan Kementrian Perikanan dan Kelautan.



Sumber : Suara Merdeka, 7 Juli 2010