Menggali Potensi Sumberdaya Perikanan Budidaya Demi Kesejateraan Masyarakat
Mari bersama membangun Indonesia dengan menjadikan sub-sektor perikanan budidaya sebagai pengggerak ekonomi lokal dan nasional,...
Thursday, July 29, 2010
DAMPAK TUMPAHAN MINYAK MONTARA TERHADAP SEKTOR PERIKANAN DI KAB. ROTE NDAO, NTT
Musibah meledaknya sumur West Atlas di lading minyak dan gas Montara pada tanggal 21 Agustus 2009 sampai tanggal 17 Oktober 2009 (selama 75 hari) dengan rata-rata semburan sebesar 400.000 barel minyak mentah per hari telah mencemari wilayah seluas 16.420 kilometer persegi di Laut Timor yang tercakup dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Pencemaran tersebut meluas ke Perairan di sekitar Rote Ndao dan telah mematikan mata pencaharian nelayan, masyarakat pembudidaya rumput laut dan mutiara di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur.
Kerugian yang diderita masyarakat Kabupaten Rote Ndao akibat kebocoran kilang minyak Montara, menurut Freddy Numberi Ketua Tim Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut Timor berkisar Rp. 500 Milyar nilai tersebut belum termasuk kerugian selama periode pemulihan (Re-covery).
Kerugian tersebut diakibatkan karena terjadi kerusakan ekosistem laut dan kematian berbagai jenis biota laut sehingga pendapatan pembudidaya rumput laut dan nelayan mengalami penurunan secara drastis.
KERAGAAN SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN ROTE NDAO
Potensi Sumber Daya Perairan
Potensi sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Rote Ndao sangat besar, dengan luas perairan potensial sekitar 2.376 Km2 dan panjang garis pantai sepanjang 330 Km. Potensi tersebut masing-masing perikanan tangkap yang diperbolehkan sebanyak 14.300 ton per-tahun; budidaya laut seluas 32.675 Ha, budidaya pantai seluas 12.937 Ha; Vegetasi Mangrove seluas 1.232 Ha dan ekosistem terumbu karang seluas 714 ha.
Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Perairan
Pemanfaatan potensi sumberdaya perairan di Kabupaten Rote Ndao mencakup sub-sektor perikanan budidaya dan perikanan tangkap masing-masing pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput laut seluas 2.111 hektar; budidaya mutiara sebesar 5 hektar; serta perikanan tangkap dengan produksi tangkapan sebanyak 3.170,5 ton/tahun.
DAMPAK TUMPAHAN MINYAK MONTARA TERHADAP AKTIVITAS SEKTOR PERIKANAN
Dampak pencemaran akibat tumpahan minyak yang terjadi sejak bulan Agustus 2009 di perairan Laut Timur sangat berdampak secara langsung terhadap penurunan tingkat produksi sub-sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya dalam hal ini rumput laut Eucheuma cottoni dan mutiara.
Terhadap Kegiatan Budidaya Rumput Laut
Data produksi menunjukan adanya penurunan secara drastis terhadap produksi rumput laut Eucheuma cottoni terutama pada tahun 2009 dan 2010 jika dibanding tahun 2008. Produksi rumput laut Kabupaten Rote Ndao pada tahun 2008 mencapai 7.334 ton, pada tahun 2009 turun drastis menjadi 1.512,5 ton bahkan sampai dengan Juli 2010 hanya mampu menghasilkan produksi sekitar 200 ton, hal ini disebabkan masyarakat pembudidaya rumput laut masih merasa traumatik akibat kegagalan yang dialami sebagai dampak tumpahan minyak dan perubahan lingkungan secara drastic.
Hasil wawancara terhadap sejumlah pembudidaya di Desa Daiama Kecamatan Rote Timur, menyebutkan bahwa pengaruh cemaran minyak telah berdampak terhadap penurunan produksi dan penghasilan pembudidaya rumput laut di Kecamatan Rote Timur, dimana merupakan sentral aktivitas budidaya rumput laut paling besar di Kabupaten Rote Ndao. Jika sebelum terjadi bencana tumpahan minyak pembudidaya mampu menghasilkan produksi kering sebesar 1-2 ton, dalam range waktu setelah kejadian produksi turun drastic bahkan sebagian besar mengalami gagal panen total. Faktor inilah yang menyebabkan mereka merasa trauma untuk terjun melakukan kegiatan budidaya.
Masyarakat desa Daiama sendiri terdiri dari 519 KK dan merupakan pembudidaya rumput laut dengan serapan tenaga kerja pada budidaya rumput laut mencapai 1.250 orang.
Pengamatan di Lapangan baik di desa Daiama Kecamatan Rote Timur dan di desa Oebo Kecamatan Rote Barat Daya terhadap kondisi rumput laut seperti juga diakui pembudidaya menunjukan adanya perubahan ke arah yang lebih baik sejak menginjak pertengahan Juli 2010 sehingga mereka ada yang sudah mulai melakukan penanaman kembali pada titik-titik lokasi tertentu, sedangkan pada beberapa titik lokasi lain rumput laut banyak ditempeli lumut hijau sehingga perlu pembersihan secara rutin. Namun demikian keterbatasan permodalan dan ketersedian bibit berkualitas menjadi kendala saat ini.
Terhadap kegiatan budidaya tiram mutiara
Lokasi budidaya mutiara terletak di desa Oebo Kecamatan Rote Barat daya, dimana kegiatan budidaya dilakukan oleh PMA yaitu CV. Hiro. Kematian tiram mutiara akibat dampak tumpahan minyak terjadi dalam rentang waktu bulan September sampai dengan November 2009 dengan jumlah mortalitas spat/benih mutiara sebanyak 9.642 ekor.
Seperti diungkapkan Bp. Anton penaggungjawab lapangan pada perusahaan tersebut bahwa sampai saat ini jumlah sisa tiram mutiara hanya 5.000 ekor dari semula yang dibudidayakan mencapai 40.000 ekor. Hasil pengamatan kami di lokasi cangkang tiram mutiara dan poket (media) diliputi lumut, sehingga menyebabkan tingkat kematian tinggi.
Terhadap produksi perikanan tangkap
Produksi perikanan tangkap yang dihasilkan nelayan di Kabupaten Rote Ndao pada tahun 2008 mencapai 3.500 ton dan pada tahun 2009 turun drastis menjadi 2.371 ton sejak terjadi bencana tumpahan minyak Agutus 2009.
Seperti diakui oleh masyarakat nelayan di desa Landalusi Kecamatan Rote Timur, dampak tumpahan minyak mengakibatkan jumlah tangkapan yang dihasilkan menurun tajam, jika semula mereka mampu menghasilkan rata-rata 200 kg/hari/perahu saai ini hanya menghasilkan 4-5 ekor, padahal biaya operasional tinggi dan jarak area penagkapan telah mencapai jarak minimal 30 mil laut.
Penurunan produksi perikanan yang dihasikan masyarakat pembudidaya dan nelayan mengakibatkan mereka terancam kehilangan mata pencaharian, dimana kehidupan ekonomi masyarakat sangat tergantung pada sumberdaya laut.
Bupati Rote Ndao disela-sela diskusi dengan perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan di Rumah Dinas Bupati, beliau menyampaikan beberapa hal antara lain :
1.Terkait dengan dampak kerugian yang dirasakan masyarakat nelayan pihak Pemda selain akan melakukan klaim ganti rugi terhadap perusahaan minyak, juga berencana untuk mengusulkan anggaran lewat APBD II dalam rangka rumponisasi.
2.Bupati meminta kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan agar memberikan masukan tertulis mengenai program maupun informasi teknologi yang efektif baik teknologi budidaya maupun penangkapan untuk kemudian akan ditindaklanjuti pihak Pemda.
3.Perlu merumuskan langkah bersama dalam upaya melakukan re-covery pasca bencana pencemaran minyak.
REKOMENDASI
Berdasarkan rangkaian hasil pengamatan dan identifikasi terhadap permasalahan yang terjadi di setiap sentra kegiatan budidaya dan kawasan kegiatan nelayan tangkap, dapat kami sampaikan beberapa rekomendasi antara lain :
1.Perlu dilakukan kajian atau penelitian oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan untuk melakukan uji kelayakan lokasi budidaya pasca bencana pencemaran minyak, apakah tanaman rumput laut di setiap lokasi kegiatan budidaya di kabupaten Rote Ndao masih bisa efektif tumbuh dan berkembang dengan baik, jika masih efektif maka perlu upaya untuk meproduksi kebun bibit untuk mensuplly kebutuhan bibit berkualitas bagi pembudidaya.
2.Perlu dilakukan kajian dan penelitian oleh Ditjen Perikanan Tangkap dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan mengenai efektifitas rumponisasi sebagai upaya untuk membuktikan bahwa lokasi fishing ground masih dapat didatangi oleh ikan, sehingga masyarakat nelayan bisa kembali melakukan aktivitas penangkapan seperti semula
3.Dalam upaya untuk memulihkan beban traumatic terhadap masyarakat pembudidaya maupun mayarakat nelayan disarankan agar aparat pemerintah daerah/instansi terkait untuk melakukan pembinaan dan pendampingan secara intensif dan terpogram guna membangkitkan kembali semangan dan animo berusaha seperti sebelum terjadi musibah bencana pencemaran.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment